
![]() |
Upacara Hari Kebangkitan Nasional di Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika), Selasa (20/5/2025). |
Fencolaw.id – Karawang, Matahari pagi menyinari halaman Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika), Selasa (20/5/2025), saat ratusan civitas akademika berdiri dengan tegap. Bukan sekadar menjalani tradisi tahunan, tetapi menelusuri kembali denyut sejarah yang membentuk bangsa ini, sebuah peringatan Hari Kebangkitan Nasional yang bukan hanya diperingati, tetapi juga dihidupi.
Di tengah suasana yang khidmat dan
penuh makna, Rektor Unsika, Prof. Dr. Ade Maman, S.H., M.Sc., berdiri di mimbar
kehormatan sebagai pembina upacara. Pidatonya bukan sekadar rangkaian kata
formal, melainkan undangan untuk kembali memahami esensi dari kebangkitan
nasional.
“Kebangkitan bangsa kita tidak
ditulis dengan tinta biasa, tetapi dengan kesadaran, semangat persatuan, dan
keberanian untuk menolak dijajah,” ucapnya lantang, memecah keheningan yang
sarat rasa hormat.
Dengan suara penuh keyakinan, Prof.
Ade mengingatkan tentang momen monumental 117 tahun lalu, saat organisasi Budi
Utomo lahir di tengah penjajahan dan ketertindasan. Kala itu, sekelompok pemuda
menggagas harapan: bahwa bangsa Indonesia mampu berdiri sendiri, menggenggam
masa depannya tanpa bergantung pada kekuatan asing.
Namun, kebangkitan itu, kata Prof.
Ade, bukanlah monumen masa lalu yang usang. Ia adalah nyala api yang harus
terus dijaga. Di era modern ini, bentuk penjajahan mungkin telah berubah wujud:
dari dominasi kolonial menjadi krisis pangan global, disrupsi teknologi,
ketegangan geopolitik, hingga ancaman terhadap kedaulatan digital.
“Zaman ini menuntut kita untuk tidak
hanya bangkit, tetapi juga adaptif dan visioner. Dunia bergerak bukan lagi berdasarkan
jarak geografis, melainkan kecepatan dalam mengambil keputusan dan inovasi,”
tuturnya dengan nada penuh semangat.
Lebih jauh, Rektor Unsika juga
menyoroti bagaimana bangsa ini telah membuktikan perannya di tengah dinamika
global. Dengan prinsip politik luar negeri yang bebas dan aktif, Indonesia
tampil bukan sebagai pengikut arus, tetapi sebagai mitra dialog yang dipercaya,
dihormati, dan diharapkan kehadirannya di meja diplomasi dunia.
Namun, kebangkitan sejati,
menurutnya, tidak hanya terjadi di panggung internasional. Ia harus membumi,
menyentuh seluruh sendi kehidupan rakyat.
“Pembangunan harus adil, merata, dan
berpihak pada kepentingan rakyat. Jangan sampai kemegahan fisik menutupi
ketimpangan sosial,” tegas Prof. Ade, menutup amanatnya.
Upacara ini bukan hanya seremonial
rutin. Di Unsika, semangat Hari Kebangkitan Nasional menjadi titik tolak
introspeksi dan tekad kolektif. Di tengah barisan para dosen dan mahasiswa,
terpancar semangat untuk melanjutkan perjuangan: bukan dengan bambu runcing,
tetapi dengan ilmu, inovasi, dan karakter tangguh.